Halaman ini sudah dilihat oleh: 2554 orang, |
11 Maret 2013
Pendahuluan
Untuk melengkapi bukti sejarah
Syair ditulis dengan Bismillah
Membuat catatan bermacam kisah
Sekitar perang berdarah darah
Ada petuah orang Yunani
Sering dikutip para ahli
Ini merupakan sebagai motivasi
Ketika menuliskan syair ini
Historia vero testis temporum =
sejarah adalah saksi zaman
Marcus Tullius Cicero (106 – 43 SM)
Lux veritatis = sinar kebenaran
Vita memoriae = kenangan hidup
Magistra vitae = guru kehidupan
Nuntia vetustatis = pesan dari masa silam
Mohon dimaafkan dengan ikhlas
Seandainya cerita kurang jelas
Mungkin kalimat terlalu keras
Atau kisah tidak tuntas
Jangan jadikan bahan olok-olok
Kalau data tidak cocok
Lakukan survey, pergilah tengok
Itulah sikap yang lebih elok
Walau isinya merupakan fakta
Membaca syair jangan tergesa
Karena menyangkut masalah rasa
Setiap orang berbeda-beda
Penulis bukan seorang Doktor
Tidak pula berprofesi motivator
Hanyalah pensiunan pegawai kantor
Orang awam, bisa teledor
Ibarat cenderamata Oleh-oleh
Kalau berkunjung ke Muaro Paneh
Ada tugu bentuknya aneh
Bukti sejarah perlu ditoleh
Orang membaca masa lalu
Dari tonggak disebut Tugu
Bentuknya mirip seperti peluru
Karena dibuat penguasa serdadu
Melihat tugu tegak berdiri
Di simpang jalan menuju Kinari
Pesan penting memberi inspirasi
Menulis syair, kaba PRRI
Setelah nagari kalah ditaklukkan
Di setiap tempat, kota kecamatan
Dibangun tugu sebagai peringatan
Menandai peristiwa tanggal kejadian
Jurnalis Labuah Basa
Narasumber bergelar Labuah Basa
Manusia langka nyawa tersisa
Di tubuh tersimpan peluru senjata
Difoto ronsen tampak tiga
Ketika luka telah sembuh
Peluru tertanam di dalam tubuh
Tiada sakit bila disentuh
Terlihat peluru masih utuh
Basa bernama Engku Jurnalis
Mantan Kokam, anti Komunis
Dunsanak senagari Irlan Idris
Orang Kinari kawan penulis
Di Sikapuah daerah Palangki
Bukit Putuih berhutan sepi
Basis penting pejuang PRRI
Di situ Jurnalis hampir mati
Ketika Jurnalis seorang diri
Menjemput makanan untuk konsumsi
Tentara Pusat telah menanti
Dia ditembak berkali kali
Jurnalis terkejut tak bisa menghindar
Lalu berlari menyusup belukar
Sambil mengucap kalimat istigfar
Astagfirullah, Allohu akbar
Walau kepala sedikit pusing
Jurnalis berlari ke arah tebing
Ke tepi bukit agak miring
Kemudian melompat berguling-guling
Musuh melacak ke dalam hutan
Mengikuti tetes darah berceceran
Tapi takdir pertolongan Tuhan
Darah dibersihkan oleh hujan
Ketika dicari tentara pusat
Jurnalis sembunyi, tidak terlihat
Hutan rimba sangat lebat
Telah terbukti sangat bermanfaat
Sebelum ajal, berpantang mati
Jurnalis selamat sampai kini
Hidup tenang di Solok Kinari
Menjadi sumber kisah PRRI
Dt. Tan Bandaro
Narasumber lainnya Dt. Tan Bandaro
Mantan prajurit bekas Heiho
Pangulu di Cupak dekat Salayo
Wajahnya jelas tampak di foto
Datuk Tan Bandaro bernama Agussamin
Tokoh masyarakat, seorang pemimpin
Biasa hidup penuh disiplin
Ceritanya benar, bisa dijamin
Bekas Heiho tentara Jepang
Setelah proklamasi ikut berjuang
Saat Bergolak ikut berperang
Sebagai prajurit batalyon Lembang
Batalyon Lembang, tentara PRRI
Anggotanya banyak lima Kompi
Menjaga kampung setiap nagari
Termasuk Parambahan serta Kinari
Buya Okok atau Kapten Nurdin Usman
Memilih markas di sekitar Parambahan
Di sana tersedia bahan makanan
Untuk logistik konsumsi pasukan
Nagari Parambahan di Kabupaten Solok
Jalannya kecil berbelok-belok
Pemandangan alam sangat elok
Di sana markas Buya Okok
Bergotong-royong membuat Hambatan, pohon-pohon ditebang
Di Parambahan terjadi pertempuran hebat
Antara Pejuang dengan tentara Pusat
Orang tua tua pasti ingat
Peristiwa berlangsung hari Jum’at
Pasukan Badai pimpinan Bachtiar
Anggotanya banyak Tentara Pelajar
Punya tanggung jawab sangat besar
Diberi tugas tiada menghindar
Hari Jum’at ada penyergapan
Di tepi jalan menuju Parambahan
Tentara Soekarno jadi ketakutan
Mereka mundur meninggalkan korban
Pertempuran di Parambahan berlangsung sengit
Menimbulkan korban tidak sedikit
Pasukan Badai di lereng bukit
Musuh berlindung di parit - parit
Jembatan di atas Batang Air Alim, di jalan menuju nagari Parambahan
Anak sungai ini bermuara ke Batang Lembang
Karena Allah telah mengatur
Di pihak pejuang seorang gugur
Namanya Burhanuddin alias Uda Bur
Jenazah disholatkan lalu dikubur
Kalau tiada lupa sholat
Orang yang tewas di hari Jum-at
Ketika berjuang membela rakyat
Semoga nabi memberi safaat
Ada berita yang penulis dengar
Entah salah, entah benar
Kabar burung banyak beredar
Batang Lembang jadi tercemar
Airnya busuk tak bisa dipakai
Banyak mayat hanyut di sungai
Kondisinya rusak, perut terburai
Akibat tembakan pasukan Badai
Saat tentara menyerbu Parambahan
Orang Muaro Paneh tidak memperhatikan
Jalan melingkar Apri lakukan
Mereka lewat melalui Panyakalan
Kalau melewati nagari Kinari
Jalan utama, tak lagi berfungsi
Parit menganga 300 senti
Kenderaan militer terpaksa berhenti
Karena korban banyak yang tewas
Markas Komando menjadi cemas
Ingin segera menuntut balas
Kompi Badai harus dilibas
Inilah petuah menurut Adat
Celaka bersilang, tuah sepakat
Penduduk bekerja dengan semangat
Membuat parit cepat-cepat
Dalam keadaan ngeri mencekam
Hari gelap sangat kelam
Bergotong royong diwaktu malam
Menggali parit berjam-jam
Walau kehidupan sedang susah
Karena sepakat menjaga Tuah
Masyarakat bekerja tanpa diupah
Membantu perjuangan tiada lelah
Bukti masyarakat ikut berjuang
Dengan ikhlas ikut menyumbang
Batang pohon telah ditebang
Tanpa diminta ganti uang
Karena mendapat hambatan besar
Manuver musuh tak lagi lancar
Di jalan utama banyak tersebar
Pohon rebah dan batu-batu besar
Pembakaran rumah di Parambahan pada hari Sabtu.
Hari Sabtu, musuh kembali
Tiada ditemukan penduduk laki-laki
Ope-er dan tentara marah sekali
Mereka berteriak memaki maki
Berkeliling kampung berteriak-teriak
Rakyat dilarang membantu pemberontak
Siapa melawan akan ditembak
Tidak peduli Niniak-Mamak
Rumah Gadang saling berjejeran
Di tepi jalan berhadap-hadapan
Di kaki bukit nagari Parambahan
Rancak dilihat dari kejauhan
Ketika rumah akan dibakar
Para penghuni disuruh keluar
Musuh membentak secara kasar
Yang membantah langsung ditampar
Ada nenek andung-andung
Menjatuhkan diri bergulung-bergulung
Lalu menangis meraung-raung
Melihat musibah terjadi di kampung
Perlu diketahui anak cucu
Nagari Parambahan menjadi abu
Tiada tersisa satu pintu
Pembakaran terjadi di hari Sabtu
Belum didata secara benar
300 bangunan perhitungan kasar
Rumah Surau serta Langgar
Habis musnah karena dibakar
Sudah ketetapan ilahi Robbi
Hanya mesjid tetap berdiri
Bisa selamat sampai kini
Menjaga iman anak nagari
Sesudah musuh kembali ke Solok
Orang berunding dalam kelompok
Tentang bantuan yang mungkin cocok
Untuk dibawa saat menengok
Ketika melawan perbuatan batil
Walaupun tidak menyandang bedil
Semua orang merasa terpanggil
Ikut pula Muchlis kecil
Muchlis Hamid dan kawan kawan
Pergi menjenguk ke nagari Parambahan
Sambil membawa sedikit bantuan
Nasi bungkus serta pakaian
Tampak hewan banyak yang mati
Ada Kerbau, Kambing dan Sapi
Hangus terpanggang nyala api
Karena dikebat tak bisa lari
Beginilah sifat anak-anak
Kalau berkawan ajak-mengajak
Perjalanan lanjut ke Batu Karak
Lokasi ijok Bapak-bapak
Karena Parambahan menjadi abu
Batu Karak tempat yang baru
Pengungsi datang satu persatu
Disertai Ulama dengan pangulu
Di jalan sepi sangat lengang
Tiada banyak terlihat orang
Tampak satu-dua para pedagang
Membawa kebutuhan bermacam barang
Di tepi jalan menuju nagari Parambahan.
Pemandangan umum yang jelas tampak
Sarana jalan telah dirusak
Konvoi musuh sering terjebak
Menjadi objek sasaran tembak
Di Batu Karak Muchlis bertanya
Tentang Engku Mudo Yahya
Guru mencakup sebagai Ulama
Biasa dipanggil sebagai Buya
Syukur alhamdullillah Buya selamat
Dalam kondisi sehat walafiat
Hanya sedikit tampak pucat
Kurang tidur, bekerja berat
Di tempat umum Buya berceramah
Mengenai kondisi, keadaan pemerintah
Presiden Soekarno dipihak yang salah
Berkonco erat, dengan Kaum Merah
Dinding rumah diberi Kode serta pesan indoktrinasi
Pasti diketahui orang Jakarta
Dinding rumah ditulis B III
Kalau mau tahu maksud artinya
Kasih tahu nggak yaaaaa !!
Akibat B III, kampung dibakar
Hak azasi telah dilanggar
Kini disebut perbuatan makar
Itulah dosa yang sangat besar
Untuk kecamatan Bukit Sundi
Tulisan B III lalu diganti
Dengan lambang tanda kali
Warnanya hitam, jelas sekali
Rumah diberi tanda silang
Bisa dilihat semua orang
Bukti penghuninya ikut berperang
Menyandang bedil atau senapang
Perintah Soekarno tak habis-habis
Membuat semboyan bermacam jenis
Dinding rumah dianggap strategis
Banyak indoktrinasi harus ditulis
Rumah yang bagus atau jelek
Berdinding papan atau gedhek
Milik kakek atau nenek
Harus ditulis Manipol Usdek
Cerita dialihkan ke nagari Cupak
Penuturan Agussalim yang disimak
Rumah dibakar juga banyak
Hanya terjadi tidak serentak
Di jorong Sungai Rotan 20
Di jorong Balai Pandan 5
Di Jorong Panjalai 7
Di dalam adat budaya kita
Rumah Gadang mengumpulkan keluarga
Hangus terbakar, tiada tersisa
Kalau dijumlah 32
Menurut falsafah tahu di nan Empat
Sebagai kebiasaan Adat yang Teradat
Rumah Gadang adalah Pusat
Tegak berdiri, harus terlihat
Engku Sawi ditembak, Orang Muaro Paneh merasa Kehilangan
Setiap Apri melakukan patroli
Sawi diincar dicari-cari
Ketika bertemu di daerah Kinari
Sawi ditembak, dibunuh mati
Nama lengkapnya Sawi Renyu
Sopan santunnya patut ditiru
Takutnya hanya kepada ibu
Sangat memuliakan para tamu
Punya anak bernama Emi
Gadis kecil lucu sekali
Sudah lancar kalau mengaji
Dilatih langsung oleh Umi
Orang kampung semua kenal
Setiap waktu Sawi beramal
Mencari uang secara halal
Dengan sedikit persiapan modal
Dahulu Pasar, kini Market
Sawi berjualan tak pakai target
Tiada pula istilah Omzet
Apalagi bisnis memakai internet
Tak semua orang bisa mampu
Membuat sandal dan sepatu
Mengolah sendiri bahan baku
Dari jangat kulit Lembu
Banyak kerabat saudara sendiri
Terkadang berutang, dibayar nanti
Menunggu panen, hasil Padi
Atau dibayar, sekarung Ubi
Pedoman hidup orang Muaro Panas
Dalam melaksanakan setiap aktivitas
Hablumminallah Wahamblumminannas
Sawi memahaminya secara luas
Tiba waktunya masa perang
Inilah petuah adat Minang
Tuah sakato, celaka bersilang
Sawi berperan di garis belakang
Mencari simpati dengan halus
Ketika berjuang dengan tulus
Memakai sarana orkes gambus
Iramanya terdengar sangat bagus
Begini lirik lagu si Sawi
Anti Indonesia billadi
Anti’ul wanul faqoma
Kalau ditafsirkan kira kira begini
Indonesia negara kami
Di sanalah aku tegak berdiri
Menurut pesan orang tua-tua
Malang terjadi dalam seketika
Waktu Sawi mengayuh sepeda
Terjadi sesuatu tidak dikira
Niat dihati menemui kerabat
Di Kinari yang cukup dekat
Ada patroli tentara Pusat
Sawi berhenti karena dicegat
Dia bernasib sangat malang
Disuruh berjongkok tangan kebelakang
Lalu ditodong pakai senapang
Bedil meletus, nyawa melayang
Ketika korban ditembak mati
Dalam jarak dekat sekali
Peluru menembus pembuluh nadi
Darah mengalir tak mau henti
Jenazah dibawa ke rumah panjang
Di Muaro Paneh di Pasar Usang
Mantari Udin segera datang
Melihat kepala telah berlubang
Kepala berlubang mengeluarkan darah
Terus mengalir tak bisa dicegah
Karena arteri banyak yang pecah
Disumbat kapas langsung basah
Kisah diceritakan kepada penulis
Oleh dunsanak bernama Muchlis
Melihat sendiri peristiwa sadis
Perbuatan oknum simpatisan Komunis
Bermacam suku ikut PRRI
Piagam PRRI anti Komunis
Bukan gerakan bersifat separatis
Diikuti suku berbagai jenis
Ada Minahasa, Ambon serta Bugis
Orang Ambon bernama Kapten Petrus
Di Sibakua bernasib bagus
Ada perempuan bersedia mengurus
Dijadikan suami dengan tulus
Kapten Polii orang Minahasa
Divisi Banteng bagian Personalia
Mundur ke Kinari dapat celaka
Polii ditangkap lalu ditanya
Ketika Apri melakukan operasi
Dari Solok menuju Kinari
Diwaktu subuh pagi sekali
Polii terkepung tak bisa lari
Dia ditangkap jadi tawanan
Dipaksa menjawab berbagai pertanyaan
Tentang jumlah besar pasukan
Polii bersumpah, pantang membocorkan
Sebagai komadan perwira sejati
Punya kehormatan harga diri
Meskipun diintrogasi berhari hari
Tetap bungkam berdiam diri
Jauh dari Minahasa tanah leluhur
Walau tidak sdang bertempur
Di tepi pantai Teluk Bayur
Polii ditembak sampai gugur
Wali Perang
Waktu terjadi perang saudara
Nagari Kinari pimpinannya dua
Angku Samsudin wali pertama
Inyiak Sarai wali yang kedua
Wali Perang bernama Samsudin
Dipilih masyarakat sebagai pemimpin
Melaksanakan amanah penuh disiplin
Karena berjuang dengan yakin
Ketika perang hujat-menghujat
Pekerjaan Samsudin sangat berat
Lokasi musuh sangat dekat
Menjadi musibah setiap saat
Memimpin masyarakat yang sedang susah
Terkadang muncul bermacam fitnah
Bisa berakibat dapat musibah
Nyawa di badan bisa berpisah
Dapur Umum
Hasil musyawarah dengan kesepakatan
Tiada seorang yang berkeberatan
Setiap rumah menyumbang makanan
Waktunya diatur secara giliran
Bukan pengemis peminta-minta
Tegak menunggu di depan tangga
Para perempuan tenaga sukarela
Mereka bertugas lillahi ta-ala
Ibarat bunga kembang sekuntum
Para perempuan di Dapur Umum
Ikhlas bekerja dengan senyum
Mengatur jatah pembagian ransum
Nasi bungkus pagi dan sore
Untuk pasukan anggota T.P.
Berisi lauk seiris tempe
Terkadang disertai sepotong kue
Walau menu selalu berganti
Tempe goreng sangat disenangi
Sumbernya mudah bisa dicari
Banyak dijual di pasar Kinari
Wali nagari tandingan
Ketika perang belum berdamai
Apri memilih mitra yang sesuai
Dari golongan anggota partai
Oknumnya bernama Inyiak Sarai
Bukan sembunyi pergi ijok
Inyiak berlindung di kota Solok
Kampung halaman tak lagi ditengok
Dengan dunsanak tetap elok
Waktu pertempuran mulai berkurang
Pasukan PRRI mundur ke belakang
Menuju nagari Batu Bajanjang
Barulah Inyiak kembali pulang
Rangkayo Rahmah El Yunusiah
Tokoh pendidikan disebut tarbiyah
Kepada Apri tak mau menyerah
Ijok ke Talaok ibarat Hijrah
Kalau Dunsanak merasa perlu kisah ini diketahui pula oleh orang lain, tolong di Like & Send atau di Tweet
Tweet